Monday, November 28, 2011

Bermimpi dapat Menghilangkan Stres?

Mimpi adalah pengalaman bawah sadar yang melibatkan penglihatan, pendengaran, pikiran, perasaan, atau indra lainnya dalam tidur, terutama saat tidur yang disertai gerakan mata yang cepat (rapid eye movement/REM sleep).

Kejadian dalam mimpi biasanya mustahil terjadi dalam dunia nyata, dan diluar kuasa pemimpi. Pengecualiannya adalah dalam mimpi yang disebut lucid dreaming. Dalam mimpi tersebut, pemimpi menyadari bahwa dia sedang bermimpi saat mimpi tersebut masih berlangsung, dan kadang-kadang mampu mengubah lingkungan dalam mimpinya serta mengendalikan beberapa aspek dalam mimpi tersebut. Pemimpi juga dapat merasakan emosi ketika bermimpi, misalnya emosi takut dalam mimpi buruk.

Namun tahukah anda kalau bermimpi dapat menghilangkan stres?

Riset terbaru dari University of California, Berkeley, mengindikasikan bahwa lamanya waktu bermimpi ketika tidur dapat mengatasi penderitaan yang menyakitkan atau stress. Hal ini disebabkan, selama fase mimpi dalam tidur bola mata bergerak cepat sehingga zat kimia stress dipadamkan dan otak memproses pengalaman emosional dan mengikis memori yang menyakitkan.

Temuan ini menawarkan sebuah penjelasan yang menarik soal mengapa orang menderita kelainan stress pasca kejadian traumatis, seperti veteran perang, menemui kesulitan untuk pulih dari pengalaman yang membuatnya tertekan dan berulang kali dihantui mimpi buruk. Penelitian ini juga menawarkan jawaban mengapa kita bermimpi.

Tahap bermimpi saat tidur berdasarkan komposisi nerokimianya yang unik memberikan semacam terapi sepanjang malam, sejenis balsam menenangkan yang membuang semua hal yang tajam dari pengalaman emosional pada hari sebelumnya. Seperti yang dikatakan Matthew Walker, dosen psikologi dan neuroscience di University of California yang terlibat dalam studi yang dipublikasikan dalam jurnal Current Biology.

Bagi penderita stres pasca peristiwa traumatis, terapi malam ini mungkin tidak berkerja secara efektif. “Karena ketika kilas balik misalnya dipicu oleh ban mobil meletus, mereka akan mengalami kembali seluruh pengalaman mengerikan itu karena emosinya tidak disingkirkan dari memori dengan benar selama tidur”, kata Walker.

Hasil studi ini menawarkan berbagai informasi tentang fungsi emosional tidur REM, yang biasanya mencakup 20 persen dari waktu tidur seorang manusia sehat. Studi otak sebelumnya mengindikasikan bahwa pola tidur sehat tidak berjalan sebagaimana mestinya pada orang yang menderita kelainan seperti trauma dan depresi.

Sumber : Wikipedia

2 comments:

Post a Comment